
DIKSI.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh, salah satu proyek infrastruktur paling ambisius dan kontroversial di Indonesia dalam satu dekade terakhir.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengonfirmasi bahwa penyelidikan tersebut telah berjalan sejak awal tahun 2025 dan saat ini masih berlangsung.
Namun, lembaganya belum dapat menyampaikan rincian dugaan kasus yang tengah diusut.
“Ya benar, perkara tersebut saat ini sedang dalam tahap penyelidikan di KPK,” ujar Budi kepada wartawan, dikutip dari detikcom, Senin (27/10/2025).
“Karena memang masih di tahap penyelidikan, informasi detail terkait dengan progres atau perkembangan perkaranya belum bisa kami sampaikan secara rinci,” tambahnya.
Budi memastikan bahwa proses penyelidikan masih terus berprogres dan menjadi prioritas lembaga antirasuah tersebut.
“Adapun penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun, jadi memang ini masih terus berprogres dalam proses penyelidikan,” ujarnya.
Meski belum ada pihak yang secara resmi ditetapkan sebagai tersangka, langkah KPK ini menunjukkan adanya perhatian serius terhadap proyek strategis nasional yang sejak awal menuai polemik terkait pembiayaan dan efisiensi anggaran.
Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang diresmikan pada Oktober 2023 sempat digadang-gadang sebagai simbol kemajuan transportasi Indonesia.
Namun, proyek ini juga diiringi berbagai masalah, mulai dari pembengkakan biaya, restrukturisasi utang, hingga tarik-ulur tanggung jawab antara pemerintah dan BUMN.
Nilai proyek KCJB mencapai US$ 7,26 miliar atau sekitar Rp 119,79 triliun dengan sebagian besar pendanaan berasal dari pinjaman China melalui China Development Bank (CDB).
Isu pembiayaan kembali mencuat setelah muncul perdebatan mengenai beban utang proyek yang kini menjadi tanggungan sejumlah BUMN, termasuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, serta PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Danantara).
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menalangi utang proyek tersebut.
“Utang Kereta Cepat adalah urusan BUMN, bukan APBN,” tegas Purbaya dalam beberapa kesempatan.
Ia menilai, dividen dan keuntungan dari BUMN sudah cukup untuk menanggung kewajiban pembayaran utang proyek KCJB tanpa perlu campur tangan fiskal negara.
“Kami yakin perusahaan-perusahaan pelaksana memiliki kemampuan untuk mengatasi beban utang tersebut. Tidak perlu menggunakan dana publik,” ujarnya.
Sikap tegas Purbaya ini disambut positif oleh sejumlah kalangan ekonom yang menilai bahwa proyek-proyek strategis harus tetap akuntabel tanpa membebani anggaran negara.
Namun, sebagian pihak menilai pemerintah perlu lebih transparan dalam menyampaikan kondisi keuangan proyek yang melibatkan dana besar dan utang jangka panjang tersebut.
Di sisi lain, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengonfirmasi bahwa pemerintah Indonesia dan China telah mencapai kesepakatan untuk restrukturisasi pembiayaan proyek KCJB.
Restrukturisasi ini meliputi kemungkinan perpanjangan masa pembayaran utang hingga 60 tahun, sebuah langkah yang dinilai dapat memberi ruang fiskal lebih luas bagi BUMN pelaksana untuk menjaga stabilitas keuangannya.
“Pemerintah Indonesia dan China sudah sepakat melakukan restrukturisasi. Ini bagian dari upaya untuk menjaga keberlanjutan proyek jangka panjang,” kata Luhut dalam pernyataannya.
Langkah restrukturisasi ini juga dinilai sebagai sinyal positif bagi hubungan bilateral kedua negara, sekaligus upaya pemerintah Indonesia untuk mengelola risiko keuangan yang muncul dari proyek infrastruktur besar.
Sejak awal pelaksanaannya, proyek kereta cepat ini tak lepas dari sorotan publik.
Mulai dari pembengkakan biaya, keterlambatan konstruksi, hingga proyeksi jumlah penumpang yang belum mencapai target.
Berdasarkan data dari operator Whoosh, tingkat okupansi rata-rata per bulan masih berada di kisaran 65–70 persen, dengan tren peningkatan pada akhir pekan dan musim libur.
Meski demikian, tingkat pendapatan belum sebanding dengan beban operasional dan kewajiban pembayaran pinjaman luar negeri.
Para pengamat menilai, penyelidikan yang dilakukan KPK menjadi momentum penting untuk memastikan bahwa proyek infrastruktur berskala besar dijalankan secara transparan dan bebas dari praktik korupsi.
Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai bahwa langkah KPK menyelidiki proyek KCJB adalah sinyal positif bagi penegakan hukum.
Namun, ia mengingatkan agar lembaga antikorupsi tersebut bekerja secara profesional dan tidak terjebak pada tekanan politik.
“KPK harus memastikan penyelidikan dilakukan berbasis bukti, bukan tekanan publik atau politik. Jika memang ada indikasi penyimpangan, harus dibuka secara transparan,” pungkasnya.
Hingga kini, KPK belum mengungkapkan pihak-pihak yang diperiksa maupun dugaan kerugian negara yang mungkin timbul.
Namun publik menanti hasil penyelidikan ini sebagai wujud komitmen negara dalam menjaga akuntabilitas proyek strategis nasional.
Jika terbukti ada penyimpangan, kasus ini berpotensi menjadi salah satu perkara korupsi terbesar dalam sektor infrastruktur di era modern Indonesia — sekaligus ujian bagi komitmen pemerintah terhadap prinsip good governance dalam pembangunan nasional. (*)

